Oleh: Yunita
* Artikel ini ditulis oleh Yunita, seorang staf di Balai Latihan Kerja (BLK) Don Bosco, yang dipilih sebagai salah satu tugas terbaik dalam lokakarya pelatihan “Menulis dan Fotografi Dasar” yang diadakan oleh MENTARI di balai pelatihan tersebut.
BLK Don Bosco di Sumba, Nusa Tenggara Timur menjadi mitra tepercaya dalam program beasiswa yang diberikan oleh MENTARI. Balai Latihan Kerja tersebut memberikan pelatihan bagi 24 kaum muda yang dipilih dari desa Mata Redi dan Dusun 4 Desa Mata Woga di Sumba Tengah. Peserta yang terpilih dari kedua desa (yang belum dialiri listrik pada saat itu) dibagi menjadi dua kelompok pelatihan berdasarkan minat dan aspirasi mereka – dalam pelatihan listrik untuk sistem pembangkit listrik tenaga surya atau pelatihan pembuatan furnitur di desa Mata Redi. Pelatihan itu bertujuan untuk melatih generasi muda yang peduli dan memperkuat masyarakat sebagai bagian dari proyek percontohan pengembangan masyarakat melalui pembangunan, pengelolaan, dan pemeliharaan pembangkit listrik tenaga surya baru.
Direktur BLK Don Bosco, Bruder Ephrem Santos diberi mandat untuk membantu dan mengawasi pelatihan. Namun ia tetap ingin dilibatkan dalam seluruh proses, termasuk dalam bekerja dengan tim secara langsung di lapangan untuk memilih peserta.
Ia mengatakan, “Kami ingin peserta pelatihan ini berusia muda, berkomitmen dan bermotivasi tinggi. Tapi niat mereka harus didukung oleh keluarga mereka, yang harus mengizinkan mereka [untuk berpartisipasi]. Jika ada hambatan dari orang tua, kita harus mencari cara terbaik untuk menghilangkan keraguan mereka. Saya akan langsung tahu apakah para pemuda yang ikut dalam pemilihan itu dipaksa mendaftar atau karena keinginan mereka sendiri yang kuat [untuk mengikuti pelatihan]. Saya mengunjungi desa Mata Redi setidaknya tujuh kali – untuk menilai kondisi di desa dan memahami kehidupan kaum muda yang bergabung dalam kegiatan kami.”
Bruder Ephrem tidak berasal dari Sumba, ia lahir di Manila, Filipina pada tanggal 18 Juni 1961, tapi telah menjadi pendidik sejak 1983 dan telah mengelola Balai Latihan Kerja Don Bosco di Sumba sejak 2019. Ia fasih dalam berbagai bahasa, termasuk Tetun, salah satu bahasa yang digunakan di area ini. Ia dapat cepat beradaptasi dan rendah hati dalam pendekatannya ke masyarakat Mata Redi, dan ikut berbicara dengan orangtua dari para peserta dan pejabat desa. Warga menerimanya dengan tangan terbuka dan bersedia mendengarkan dia.
Ketika berbincang dengan Stefani Karmelita, yang dikenal sebagai Meli, salah satu guru komputer Don Bosco, Meli mengatakan hal berikut tentang Bruder Ephrem, “Ketika berbincang dengan orang tua, ia menunjukkan rasa hormat dan kerendahan hati, sehingga para warga juga menunjukkan rasa hormat yang sama dan mendengarkan ucapannya dengan penuh perhatian. Contohnya, para orang tua diyakinkan oleh ucapannya tentang pentingnya pendidikan yang baik bagi kaum muda yang terpilih untuk mengikuti pelatihan. Para peserta muda juga merasa nyaman ketika diwawancara langsung olehnya. Mereka menggambarkan pendapat mereka tentang Bruder Ephrem dengan ucapan berikut: ‘Beliau memang pendidik yang baik …dan sangat bijak!'”
Bruder Ephrem meminta Meli membantunya saat ia akan melakukan pendekatan dengan warga di Mata Redi dan Mata Woga untuk memberi tahu tentang program beasiswa MENTARI. Meli berasal dari masyarakat Anakalang dan penduduk Mata Woga, sehingga ia mengerti seluk beluk desa tersebut, dan juga karakter masyarakat di sana.
Bruder Ephrem tetap sabar walaupun menghadapi tantangan terkait pemangku kepentingan kunci di desa dan dalam menyebarkan informasi tentang pelatihan tersebut. Ia dan stafnya berbagi tanggung jawab dalam memilih peserta dan mengumpulkan masyarakat agar mereka mengetahui program beasiswa tersebut.
Seperti yang dijelaskan Meli, “Kami berbagi tugas, memilih peserta prospektif dan bahkan warga yang kami anggap bisa menjadi kandidat potensial untuk pelatihan ini. Saya juga minta kakak saya untuk menghubungi warga dan mengajak kaum muda untuk berpartisipasi dalam kegiatan sosialisasi pada saat itu. Kami meminjam motor untuk menjangkau daerah-daerah paling terpencil. Bruder Ephrem ingin mengajak warga, khususnya kaum muda dari daerah tersebut, dan melibatkan mereka. Daerah paling terpencil sulit untuk dijangkau, mengingat satu dusun letaknya sangat jauh dan hanya dapat dijangkau dengan keadaan jalan yang cukup menantang. Tetapi, dua jam kemudian, warga berkumpul dan acara dapat dimulai. Kami berhasil memberikan informasi ke audiens sasaran yang tepat.”
Bruder Ephrem juga mengunjungi keluarga dari peserta prospektif untuk mewawancarai orang tua mereka dan mengamati cara hidup mereka. Dengan mencari tahu karakter desa dan kebiasaan masyarakat, ia dan timnya dapat lebih baik lagi dalam memberikan metode pengajaran yang tepat dalam pelatihan, sebagaimana yang ia ceritakan kepada kami, “Dari situ, kami dapat merancang pendekatan/model yang tepat untuk peserta yang terpilih. Kami bukan saja melatih kaum muda dalam keterampilan yang diwajibkan dalam program MENTARI, tapi lebih dari itu, kami ingin membangun karakter mereka juga. Kami membuat pelatihan dengan keinginan untuk melatih dengan pendekatan manusiawi, agar peserta nyaman dengan diri mereka sendiri dan membangun sikap positif. Kami memberikan pelatihan yang ditujukan untuk mengembangkan kewirausahaan, pemikiran kritis, dan kreativitas – sehingga mereka dapat terus meningkatkan diri.”
Bruder Ephrem menambahkan bahwa ia tidak mencari anak-anak dengan IQ tinggi dan nilai akademik bagus. Jika peserta potensial benar-benar serius dan tertarik, dan gol mereka berhubungan dengan keterampilan baru yang ditawarkan oleh pelatihan, maka ini adalah kriteria yang digunakan untuk pemilihan kandidat. Ia juga menilai semua kandidat potensial – perempuan dan laki-laki muda – secara setara. Selain pendekatan awal di masyarakat, memilih kandidat, dan memutuskan pendekatan terbaik, ia tidak ragu untuk secara langsung terlibat dalam mengajar, memfasilitasi, atau melakukan pendampingan – khususnya untuk kelas pelatihan pembuatan furnitur – suatu bidang yang sangat ia kuasai.
Staf pengajar di Don Bosco melihat Bruder Ephrem sebagai orang yang rendah hati dan bersahaja. Ia juga menunjukkan arti dari hidup yang teratur, disiplin, dan tepat waktu kepada para staf dan siswa. Ia tampak sebagai orang yang tegas di permukaan, tapi ia mempunyai selera humor yang baik dan selalu baik kepada orang lain.
Yunita, salah satu instruktur yang terlibat dalam program beasiswa menceritakan kepada kami alasan ia mengagumi Bruder Ephrem, “Sebagai anggota staf yang bekerja dengan Bruder Ephrem di Balai Latihan Kerja Don Bosco, saya banyak belajar dari beliau, seperti disiplin, kejujuran, dan kepatuhan saat bekerja – juga untuk menjadi orang yang taat dan tidak membuang waktu. Walau ia selalu bekerja keras dan tegas dalam mendidik orang lain, ia tidak menekan staf dan siswa yang ia ajar. Ia terus memberikan peluang yang baik bagi staf untuk meningkatkan keterampilan dan pengetahuan mereka dengan melatih para peserta pelatihan juga. Selain itu, ia memprioritaskan keamanan di lingkungan kerja untuk staf dan siswa pelatihan, karena di tempat kerja kami menggunakan banyak alat yang bisa berbahaya dan menyebabkan kecelakaan.”
Bruder Ephrem dikenal sebagai salah satu pendidik paling andal dalam kalangan Kongregasi Don Bosco. Sejak remaja, ia telah bercita-cita menjadi pendidik dan masih tinggal dengan keluarga sederhananya di Filipina. Orang tuanya mengirimnya bersekolah di sekolah Katolik yang dipimpin oleh seorang bruder seperti dia sekarang.
Ia melihat menjadi pastor dan pendidik pada saat yang bersamaan merupakan suatu hak istimewa. Kedua peran tersebut berarti ia dapat membantu memberdayakan kaum muda dengan membuka peluang bagi mereka dan juga dapat memotivasi kaum muda yang kurang beruntung dan seringkali terabaikan oleh sistem.
Bruder Ephrem ingin memberdayakan anak-anak desa di Sumba melalui pendidikan. Tugas pemberdayaan ini, dan juga imannya, diinspirasi oleh Santo Yohannes Don Bosco, seorang pastor Italia, dan pendidik. Ia sedih melihat kaum muda dari desa tersingkirkan dan miskin karena tidak mempunyai keterampilan dan pendidikan yang memadai dan tidak bisa mendapatkan pekerjaan yang layak.
Sejalan dengan visi dan misi Don Bosco, Bruder Ephrem menyambut MENTARI dengan tangan terbuka ketika program ini mengajak bekerja sama dalam kursus pelatihan ini.
Pengalaman kerja Bruder Ephrem:
- 1983–1985: Guru Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Don Bosco, Kepala Jurusan Listrik SMK, dan Kepala Jurusan BLK di Makati City – Filipina.
- 1985-1987: Guru SMK Don Bosco dan Kepala Produksi – Mandaluyong City
- 1987-1991: Guru SMK Don Bosco dan Kepala Jurusan Listrik – Timor Timur (Indonesia)
- 1991-1999: Instruktur, Direktur dan Kepala Jurusan Listrik BLK Don Bosco – Dili, Timor Timur
- 2001-2012: Instruktur, Direktur dan Kepala Jurusan Listrik BLK Don Bosco – Tigaraksa
- 2013-2014: Guru SMK St Yusup Blitar – Jawa Tengah
- 2014-2018: Sekretariat Komunikasi Sosial untuk Ordo SDB – Roma, Italia
- 2018-2019: Guru SMK Don Bosco dan Kepala Jurusan Listrik – Sumba
- 2019 – sekarang: Instruktur dan Direktur BLK Don Bosco – Sumba