MENTARI Persiapkan BUMDes Berkelanjutan Mengelola PLTS di Mata Redi
Jakarta, 25 November 2020 – Program MENTARI (Menuju Transisi Energi Rendah Karbon Indonesia), kini tengah mempersiapkan contoh Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) berkelanjutan khusus pengelolaan PLTS (Pembangkit Listrik Tenaga Surya), di Desa Mata Redi, Sumba Tengah, Nusa Tenggara Timur (NTT). Hal ini dilakukan sebagai bagian dari komponen demonstrasi proyek Program MENTARI yang salah satu diantaranya adalah pengembangan kapasitas BUMDes untuk Energi Terbarukan (EBT).
“BUMDes yang akan kita persiapkan ini bukan jadi penyedia energi, tapi kita akan introduce new terminology BUMDes as a entrepreneurship hub, jadi BUMDesnya akan kita bentuk untuk mempunyai bisnis-bisnis yang berhubungan dengan kreatif bisnis,” jelas Dedy Haning, Proyek demonstrasi Program MENTARI, dalam Webinar Diskusi Terarah BUMDes sebagai Model Pengelolaan Energi Terbarukan Berskala Kecil yang Berkelanjutan, Jakarta (25/11).
Kegiatan ini merupakan salah satu sesi yang diselenggarakan oleh Program MENTARI sebagai sight event pada rangkaian kegiatan Indo EBTKE ConEX 2020. Program MENTARI merupakan program yang kerjasama dari Kementerian ESDM dan British Embassy Jakarta, dengan tujuan untuk mendorong pengembangan energi terbarukan di Indonesia. Salah satu yang diruang lingkup yang dikerjakan oleh Mentari adalah dukungan terhadap peningkatan kebijakan di bidang energi terbarukan, baik on-grid maupun off-grid dalam rangka meningkatkan target bauran energi terbarukan sebagaimana yang sudah dicanangkan di dalam rencana umum energi nasional. Peraturan Presiden No. 22 tahun 2017 yaitu 23% bauran energi terbarukan pada tahun 2025.
Bahasan ini dipandu oleh Fabby Tumiwa, Direktur IESR (Institute Essential Services Reforms), menampilkan beberapa narasumber. Mereka yaitu, Dr. Haryanto yang mewakili Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan Konservasi Energi untuk menyampaikan sambutan, sert sejumlah penanggap terbarukan dari Aqua, UNDP. Dirjen Kelistrikan, dan praktisi energi terbarukan lainnya.
Dedy menambahkan, guna mendukung kreatif ekonomi BUMDes, MENTARI telah mengidentifikasi potensi-potensi turunan kreatif industri dari Desa Mata Redi, serta akan memastikan pendampingannya dari teknikal hingga ke non-teknikal. Mereka juga akan menyertakan para anak muda desa yang ternyata juga ada yang lulusan SMU dan universitas dalam hak teknikal yang berhubungan dengan PV.
“Mata Redi dipilih berdasaran studi yang lebih luas yaitu studi ekonomi social. Terutama ekonomi dan sosial untuk produk-produk lokal yang berada di desa-desa tertentu termasuk Mata Redi. Kebetulan Mata Redi mendapatkan nilai tertinggi dari berbagai aspek yang sudah di pertimbangkan,” jelasnya.
Dedy melihat banyak potensi untuk mengembangkan BUMDes di Mata Redi, hal itu bisa meningkatkan keterampilan baru untuk masyarakat yang akan dilibatkan, seperti l kelistrikkan, sO&M dan seterusnya. Termasuk peluang lapangan kerja bagi masyarakat desa, penyertaan modal dari desa. lini bisnis, serta pendapatan baru buat BUMDes.
“Kendati juga banyak tantanangan karena membutuhkan membutuhkan Wilus (Wilayah Usaha), peningkatan kapasitas daripada BUMDes yang pasti membutuhkan waktu, kemudian investasi kalau ada pertambahan load demand, itu menjadi pertanyaan bagaimana cara kita mengatur kerja sama dengan swasta, atau BUMDes punya kapasitas keuangan tidak untuk melakukan itu,” tambah Dedy.
MENTARI telah selesai melakukan Pre-FS dan kini masih berlanjut memberikan pendampingan persiapan BUMDes dengan berbagai pelatihan. Mata Redi sendiri letaknya dipinggir Taman Nasional Manupeu, di Sumba Tengah. Di anggap strategis karena tidak jauh dari ibu kota kabupaten Waikabubak maupun ibu kota kabupaten Sumba Tengah sendiri. Namun untuk memasang on-grid PLN sangat kesulitan untuk masuk desa bahkan dalam waktu 5 tahun kedepan. MENTARI nanti akan memastikan sebanyak 220 rumah tangga termasuk tambahan satu dusun yaitu Mata Woga dedngan 25 rumah.
“Kami sudah selesai melakukan baseline dan studi kelayakan, saat ini kita sedang menyelesaikan FS yang lebih mendalam untuk menentukan delivery model yang terbaik untuk Mata Redi. Baseline dan studi kelayakan sudah kita lakukan dengan keterbatasan karena ada restriction COVID jadi kita kemarin juga deploy drone untuk lebih mengambil gambar yang lebih spesifik. Jadi prosesnya agak lama dibanding dengan harus berjalan satu per satu. Sementara BUMDes sudah dimasukan kedalam RKPDes tahun 2021 untuk dibangun ditahun 2021,” jelas Dedy.
Dedy juga menambahkan, Pemerintah Kabupaten Sumba Tengah sendiri sudah berkomitmen akan mendukung program ini, dan menerbitkan SK Bupati Proyek Desa Model Peningkatan Ekonomi Desa yang Inklusif, melalui penyediaan energi terbarukan guna menambah traction dari program – program yang dibiayai APBD 2. Guna mempersiapkanya, MENTARI hingga kini masih melakukan upaya peningkatan kapasitas dan melakukan pendampingan dalam 3 tahun ke depan.
Opsi Operasional
Terkait dengan opsi operasional pengelolaan PLTS melalui BUMDes, Dedy menjelaskan ada dua opsi yaitu, yang pertama KSO antara BUMDes dengan PLN, dimana BUMDes bekerja dengan PLN dan BUMDes disiapkan menjadi DPTnya PLN. Opsi yang kedua adalah, BUMDes itu mengoperasikan keseluruhan aset, jika gridnya masuk dan kemudian jaringannya dihibahkan kepada PLN, sementara pembangkit yang ada akan digunakan hanya untuk productive use of energy.
Menanggapi penjelasan terkait BUMDes Mata Redi, Wahid Tinto, praktisi kelistrikan menjelaskan, jika opsi pertama yang akan di pilih, maka BUMDes harus berbentuk PT dan harus memiliki anak cabang lini bisnis.
“Jadi BUMDes itu umbrellanya lalu ada PT, soal PT yang micro IPP, ada PT yang simpan pinjam macam-macam. Berarti kalau mau menjadi IPP dia harus menjadi PT. Jadi setelah IPP dia kemudian harus ada sertifikasi, orangnya harus bersertifikasi, lembaganya harus badan usaha. Prosesnya panjang memang tapi sudah ada, sudah sangat terdefine sih di sini. Kalau memang pilih opsi 1 berarti itu yang BUMDesnya tidak sekedar BUMDes lagi, udah ngikutin arah IPP itu,” tanggap Tinto.
Sementara Amelia, perwakilan dari Akuo Energy Indonesia mengingatkan pengalaman mereka yang pernah dilakukan di Kalimantan bersama MCA Indonesia, dimana hal yang paling menantang adalah selama operasi dan pengelolaan. Bahkan setelahnya keberlanjutannya sulit dilakukan.
“Hasil dari penjualan listrik belum bisa menutupi kalau misalnya ada maintenance yang corrective action, bukan preventive action, ya. Even preventive action pun tidak bisa, karena untuk bayar, misalnya mau hire sub contractor nih, tidak cukup uangnya dan kita di remote area ya, sub contractor itu harganya yang paling murah itu 135 juta per tahun. Of course tidak nutup ‘kan. Itu 11,5 juta per bulan kira-kira. Jadi kita mendorong si operator untuk bisa menjalankan. Jadi memang melibatkan PLN dari awal, menurut saya pribadi adalah suatu opsi yang bisa menjaga sustainability. Entah gimana keterlibatannya mungkin bisa seperti opsi 1 atau opsi 2, it’s fine. Mungkin bisa, mungkin lebih kearah gini ‘kali ya, power plantnya dipunyai dimiliki oleh BUMDes, jaringannya distribution networknya tetap punya PLN. Jadi penjualan listriknya pun legal,” tandas Amelia.
Pada penutup diskusi Fabby Tumiwa mengingatkan juga terkait dengan opsi-opsi yang terungkap, terutama opsi satu adalah soal adanya jaminan tarif dan subsidi, sebab menurutnya kelak akan mendukung pendapatan BUMDes. Kedua, terkait listrik di desa, menurutnya tidak lepas dari membangun kemampuan atau mengembangkan potensi desa setempat sehingga listrik yang tersedia atau energi yang tersedia dapat dimanfaatkan secara optimal untuk kegiatan produktif yang ujung-ujungnya akan menaikan pendapatan masyarakat, dengan naiknya pendapatan masyarakat, diharapkan mereka dapat lebih mudah untuk membayar energi yang mereka gunakan.
“Jadi ini tidak mudah untuk menaikan itu karena di sini ada peran BUMDes, sehingga peran BUMDes tadi disampaikan tidak hanya sekedar menyediakan atau berbisnis listrik tapi juga harus memikirkan bisnis-bisnis lain yang kemudian bisa mendukung sustainability dari BUMDes itu, dan aspek sustainability tidak hanya sekedar pendapatannya tetapi lingkungan-lingkungan pendukung, talenta-talenta yang ada dimasyarakat bisnis yang mereka kelola juga akan sangat menentukan,” tandas Fabby.
Lebih lanjut Fabby juga memberikan input tentang dukungan agar BUMDes bisa lebih berkelanjutan, yaitu adanya program-program dukungan yang telah disediakan oleh Kementerian Desa untuk anggaran 2021-2024 untuk program penguatan BUMDes. Sehingga ke depan program-program BUMDes akan jadi ujung tombak untuk penyediaan energi terbarukan dalam rangka mendukung target pencapaian 23% elektrifikasi. (Musfarayani/MENTARI)