Upaya Mencapai 23% Bauran Energi, Pemerintah Inggris & Indonesia Terbitkan MENTARI
Jakarta 30 Juli 2020 – Pemerintah Inggris dan Indonesia dalam hal ini Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) bekerja sama dengan meluncurkan program Menuju Transisi Energi Rendah Karbon Indonesia atau disebut MENTARI, Kamis (30/7/2020).
Peluncuran yang dilakukan secara virtual ini di buka langsung oleh Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM Ego Syahrial, dihadiri oleh Wakil Gubernur Nusa Tenggara Timur, Josef Nae Soi, Duta Besar Inggris untuk Indonesia dan Timor Leste, Owen Jenkins. Program MENTARI dilakukan sebagai upaya pemulihan aktivitas ekonomi hijau di Indonesia, serta percepatan pencapaian target bauran energi sebesar 23 persen pada 2025. Hal tersebut sejalan dengan kesepakatan 40 pimpinan negara mengenai pemulihan green economy dengan sebutan Build Back Better, pada ajang KTT Transisi Energi IEA, Rabu (8/8/2020).
Dalam sambutannya, Ego Syahrial menunjukkan apresiasi mendalam terkait kerjasama Program MENTARI, Menuju Transisi Energi Rendah Karbon Indonesia. Menurutnya menunjukkan komitmen pemerintah Inggris yang konkret dalam memberikan dukungan dan komitmen untuk transisi rendah karbon Indonesia.
“Konsumsi bahan bakar kita hampir 80 persen lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Namun kebijakan lock down karena pandemik ini berdampak positif terhadap penurunan emisi Co2 yang signifikan di Indonesia. Oleh karena itu, selama masa sulit ini, energi harus disesuaikan untuk menciptakan normal baru dan meningkatkan program transisi energi bersih. Indonesia telah menetapkan target 23% ET (Energi Terbarukan) dalam bauran energi pada tahun 2025. Kebijakan ini digabungkan dengan komitmen Indonesia untuk menurunkan emisi hingga 29% pada tahun 2030. Ini merupakan jalan yang jelas menuju sistem energi yang lebih bersih untuk mencapai target dan mendorong investasi ET,” jelas Ego.
Ego menjelaskan lagi, Pemerintah Indonesia saat ini sedang menyiapkan Peraturan Presiden tentang feed in tariff. Mereka juga tengah mendorong penggunaan ET untuk menyediakan pasokan energi bagi masyarakat Indonesia di daerah terpencil dan mengganti semua pembangkit listrik tenaga diesel dalam 3 tahun ke depan. Menurutnya Inisiatif Program MENTARI datang tepat waktu untuk menjadi bagian dari transisi energi bersih Indonesia. Apalagi program tersebut bertujuan untuk mewujudkan pengentasan kemiskinan pembangunan ekonomi yang inklusif dengan mengembangkan sektor energi di Indonesia, khususnya di bagian timur. Program ini akan mendukung peningkatan energi terbarukan di pedesaan, melalui peningkatan energi dalam keterlibatan sektor swasta, termasuk bisnis internasional di sektor ET.
Sementara Duta Besar Inggris untuk Indonesia dan Timor Leste, Owen Jenkins, membalas apresiasi yang tulus dari Pemerintah Inggris untuk Indonesia dalam menerima program bersama ini. Program tentang memberikan pertumbuhan dan pembangunan ekonomi. Akses energi yang aman dan andal serta bersih jelas merupakan bagian fundamental dari semua pembangunan.
“Seperti yang dikatakan oleh Sekretaris Jenderal dalam sambutan pembukaan, bahwa di daerah-daerah seperti Indonesia Timur, dimana ketersediaan energi sangat sedikit, maka menyediakan energi adalah hal mendasar bagi pembangunan ekonomi di sana. Kami percaya bahwa satu-satunya pertumbuhan yang dapat diandalkan dan berjangka panjang adalah pertumbuhan yang bersih dan berkelanjutan. Dunia perlu beralih ke energi yang lebih bersih,” tandasnya.
Senada juga diungkapkan Direktur Konservasi Energi Direktorat Jenderal EBTKE, Haryanto. Menurutnya, salah satu indikator akses energi nasional adalah rasio elektrifikasi. Rasio elektrifikasi Indonesia pada 2019 mencapai 98,89% dan kurang dari 100% karena penanganan di daerah atau kawasan Indonesia Timur. Contoh, untuk NTT, 85%, Papua 94%, Maluku 92%, dan Sultra 94%. Artinya, program MENTARI sangat tepat bila difokuskan untuk Indonesia Timur.
“Target 100% dicanangkan di tahun 2020 dan salah satu fokusnya adalah, bagaimana cara mengakselerasikan pemanfaatan energi terbarukan. Kita juga mempunyai target 23% di tahun 2025 untuk mencapai bauran ET di Indonesia. Jadi, sangat tepat bila difokuskan di Indonesia Timur dan pemanfaatan ET karena potensi energi terbarukan di Indonesia Timur sangat melimpah,” tandasnya.
Ditambahkan pula oleh Direktur IESR (Institute Essential Servies Reform), Fabby Tumiwa, yang menganggap hadirnya MENTARI sangat tepat mengingat kini Indonesia mengalami sebuah situasi pilihan paradigma atau arah pembangunan ke depan. Apakah akan melanjutkan pembangunan dengan karbon rendah atau karbon tinggi.
“Dan sejumlah studi atau kajian menyatakan bahwa ini adalah saat yang tepat kalau ingin masuk ke trajectory rendah karbon. Salah satunya untuk Indonesia adalah sektor energi. Dari studi Bappenas, low carbon development initiative tahun lalu, menunjukkan bahwa Indonesia bisa mengalami pertumbuhan ekonomi lebih tinggi dan berkelanjutan jangka panjang bila menempuh jalur pembangunan ekonomi rendah karbon,”tambahnya.
Menurutnya, salah satu sumber emisi gas rumah kaca yang akan tumbuh cepat adalah dari sektor energi, pembangkit listrik khususnya dengan menurunkan emisi GRK dari pembangkit listrik melalui percepatan pengembangan ET dan mendorong transisi energi.
“Diharapkan pembangunan kita bisa tumbuh tidak hanya lebih hijau, tetapi juga lebih sustainable dan panjang. Ini adalah waktu yang tepat bagi MENTARI,” tandasnya. (Musfarayani/MENTARI)